Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Matematika

Kamis, 28 Juni 2012

Ranking di kelas bukanlah segalanya


Berikut ini beberapa pengaruh dari Ranking


·       Ranking identik dengan pemberian Label
Pemberian label pada anak merupakan salah satu hal yang perlu dihindari dalam mendidik anak (baca postingan sebelumnya) karena pelabelan ini anak yang mendapatkan label ‘juara’ bisa jadi menjadi sombong atau overconvidence dan yang tidak mendapatkan rangking akan menjadi rendah diri atau minder

·       Ranking dilakukan hanya untuk menonjolkan prestasi akademik
Nilai-nilai yang tertera pada raport biasanya hanya menunjukkan nilai prestasi akademik dari siswa, tanpa memperhatikan prestasi dan potensi lainnya, misalnya seorang anak yang di kelas biasa-biasa saja tapi menonjol dalam prestasi olahraga akan terlepas dari penilaian dan pemberian ranking ini, lalu biasanya anak ini dianggap tidak berprestasi…menyedihkan sekali.

·       Pemberian ranking hanya berdasarkan data kualitatif
Ranking biasanya dibuat hanya berdasar data-data yang tertulis di rapot terlepas apakah data tersebut objectif atau tidak, maksud saya objectif apa tidak adalah apakah guru memberikan nilai secara benar atau berdasarkan subjectifitas tertentu..apakah angka-angka itu diperoleh dengan benar-benar pemahaman siswa atau hasil menyontek?

·       Ranking bisa memacu berbuat curang
Dengan adanya ranking ngga jarang orangtua yang memacu anaknya untuk mendapatkan juara di sekolah, sehingga nggak jarang anak berbuat curang dalam mendapatkan nilai, karena harus menuruti orang tua, misalnya menyontek atau minta bantuan teman

·       Anak bisa stress dan malas
Target untuk mendapatkan ranking dari orangtua dan guru seringkali membuat anak menjadi stress dan tertekan, kalo sudah demikian maka anak akan malas belajar sehingga bukan hasil yang maksimal yang diperoleh tapi malah semakin memperburuk hasil 

Sistem ranking di kelas tidak hanya menjadikan para pelajar yang “masuk ranking” tumbuh menjadi manusia yang merasa dirinya pintar, egois, dan tidak bisa menerima kritik, kata Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil.
Akibat sistem ranking di kelas sekolah-sekolah Indonesia itu, para siswa berkemampuan biasa merasakan dirinya “loser” (pecundang) dan kondisi psikologis tersebut meruntuhkan rasa percaya diri yang sangat penting, katanya.
Produk sistem pendidikan nasional yang menghasilkan anak-anak pintar namun tidak bisa menerima kritik itu telah dirasakan dampaknya oleh sejumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah.
Sebagai contoh, Sofyan Djalil menyebut pengakuan sejumlah diplomat senior Departemen Luar Negeri RI tentang karakter sejumlah diplomat muda yang sekalipun pintar namun “sangat egois” dan “tidak bisa dikritik”

dan berikut ini suatu pernyataan yang bisa menggelitik telinga: 
Einstein sendiri suatu hari pernah ditanya “Tahukah Anda berapa kecepatan cahaya?”
Einstein menjawab “Anda cari saja di buku, mohon maaf saya tidak pernah menggunakan otak saya untuk hal-hal yang bisa Anda cari dibuku. Saya lebih suka menggunakan otak saya untuk meniptakan dan berpikir

 
Referensi: 

Artikel lain yang bisa anda baca:
Match Game Korek Api 1
Penyelesaian Persegi ajaib 3 x 3
Soal Kompetisi Matematika
Soal Kompetisi Matematika PASIAD
11 Penyakit yang Perlu dihindari Guru
Pendidikan yang Otoriter

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More