Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Matematika

Minggu, 29 Januari 2012

Pendidikan yang Otoriter

Otoriter dari atasan ke bawahan

Pada dasarnya adalah hak setiap orang untuk memperoleh pendidikan yang layak.  Pendidikan dimulai dari masa pra TK atau sekarang sering disebut PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai dengan Sarjana. Hampir disemua daerah telah terdapat sekolah-sekolah tempat memperoleh pendidikan, meskipun belum merata. Misalnya di Jawa banyak sekolah tutup karena tidak memperoleh murid, banyak Sarjana Pendidikan tidak mengajar, akan tetapi di Kalimantan, Papua. Banyak siswa yang tidak tedidik, bahkan terkadang 3 lokal kelas diajar oleh seorang guru dan sepesifikasinya bukan guru...
Sarana dan prasarana pendidikan selama ini tidak sesuai dengan apaa yang dibutuhkan. Standar kelulusan yang sekarang digunakan terkesan dipaksakan untuk terlihat baik. Tenaga pendidik yang mengajar dengan pola kejar materi dan selesai mengajar pulang. Kesenjangan penerima Sertifikasi dan guru honorer merupakan realita Pendidikan yang ada sekarang ini.
Tanpa ingin mencari siapa yang salah Pendidikan yang ada sekarang ini cenderung Otoriter. Menteri memerintahkan kepada Gubernur, Gubernur menuntut kepada Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Menginstruksikan kepada seluruh Kepala Sekolah, Kepala Sekolah meminta dengan paksa kopada Guru, Guru akhirnya menyalurkan sikap Otoriter dari atasanya kepada siswanya,  pada akhirnya setiap orang yang berada dibawahnya menjadi korban Otoriter atasanya.
Pendidikan Otoriter mengakibatkan lembaga atau orang menjadi tidak berkembang, tidak terdapat  inovasi dalam dunia pendidikan, dan semua berorientasi kepada hasil yang dipaksakan baik. Sarana dan prasarana pendidikan diselesaikan dengan tender yang terkadang asal-asalan. Standar kelulusan yang sekarang digunakan terkesan dipaksakan untuk terlihat baik mengakibatkan nikai kejujuran diabaikan . Tenaga pendidik yang mengajar dengan target menyelesaikan materi tanpa ada pembelajaran nilai akhlak dan moral. Kesenjangan penerima Sertifikasi dan guru honorer, secara finansial sekali uang sertifikasi turun, uang tersebut bisa untuk menggaji sekitar 8 guru honorer, maka tidak heran jika ada pendapat, seorang penerima sertifikasi bisa menjadi Kepala Sekolah dan mengelola sebuah Sekolah Dasar dengan merekrut 8 guru honorer, hehehehe...
Tanpa dipungkiri memang dari Otoriternya Pendidikan terdapat sekolah-sekolah dipaksa gratis, standar kelulusan membuat sebagian siswa berjuang untuk belajar, Sertifikasi membuat yang memperoleh bisa sedikit bermewah-mewahan.  Utuk itu marilah kita memperbaiki Pendidikan yang kita laksanakan agar tercipta Pendidikan yang bermutu. Tidak perlu pesimis tuntutan atasan yang meminta nilai 9, pembuat soal Bahasa adalah guru Matematika, dan berbagai permasalahan real yang ada. Tanpa terus mencari kekurangan-kekurangan yang ada pada pendidikan selama ini, tetepi marilah kita perbaiki bersama. Terakhir Kita Pendidik mari kita Mendidik dengan Hati, bukan karena Materi.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More