Guru diPECAT karena JUJUR
ebut saja namanya Bapak Ahmad (nama bukan sebenarnya),
salah satu teman yang baru saya kenal. Kami berkenalan saat menghadiri
acara buka bersama anak yatim. Sejak saat itu kami juga sering bertemu
saat sholat di salah satu masjid di kota kami. Beliau sering menjadi
imam di masjid besar di kota ini. Suatu malapetaka yang membuka
lebar-lebar jalan hingga beliau menjadi lebih baik, salah satunya
menjadi imam karena memang suaranya dan bacaannya yang bagus layaknya
al-mathrud saat membaca Al-Qur’an.
Sekitar 2 tahun yang
lalu beliau aktif menjadi guru wiyata bakti di salah satu sekolah di
kota kecil ini. Dengan background agama yang “bagus” beliau bukan hanya
memberikan ilmu akademik saja. Tetapi dari segi akhlaq dan ibadah beliau
juga menjadi tauladan yang layak di contoh. Tidak seperti kebanyakan
guru yang ada sekarang, mereka kecenderungan hanya mengajar seenaknya,
maksimal hanya transfer knowladge. Mereka jarang menyentuh siswanya
sampai kecerdasan softskill, apalagi spiritual quation. Bagaimana mereka
akan menjadi contoh, lha wong mereka sendiri tidak pernah “sholat”,
atau bahkan mereka tidak layak menjadi “ing ngarso sung tuladha” bagi
siswa-siswinya.
S
|
aat mengajar di sekolah tersebut,
banyak hal yang tidak sesuai dengan kebenaran. Berbagai pembenahan
beliau lakukan. Mulai dari terkecil sampai paling besar. Tiba saat
malapetaka itu datang. Bertepatan Ujian Akhir Sekolah beliau tidak ikut
menjaga di sekolah lain, sehingga mendapat giliran untuk tetap ada di
sekolah. Setelah jam mengerjakan usai, anak-anak bergegas pulang. Betapa
terkejutnya beliau saat mengetahui LJK (lembar jawaban Komputer) yang
dibawa pengawas dan guru di sekolah tersebut tidak langsung disetorkan
ke Kantor Dinas. Malah jawaban siswa yang salah dihapus dan diganti oleh
guru kelas, pengawas ruang, dan di awasi kepala sekolah. Saat itu juga
beliau mengingatkan kepada semua yang ada di ruang itu. Secara garis
besar kata-kata beliau sebagaimana berikut,
“Untuk apa susah-susah mendidik mulai dari kelas 1 hingga kelas 6, melakukan doa bersama orang tua, istighosah, les siang malam kalau ternyata akhirnya kita membetulkan jawaban siswanya.”
S
|
pontan semua yang ada di ruang tersebut terperanjat. Termasuk kepala sekolah hanya bengong melihat dan mendegarkan kata-kata rekan saya tersebut.
Singkat cerita,
keesokan harinya teman saya mendapat surat dari kepala sekolah. Bukan
sebuah pujian karena sudah berani mengatakan kejujuran. Namun secarik
kertas yang berisi surat pemberhentian.
Demikian sepenggal
kejadian dari bermilyar-milyar kejadian yang menunjukkan bahwa kebenaran
itu sudah sulit di dapatkan. Kebenaran disepelekan dan diinjak-injak.
Pertanyaan yang paling berat adalah “kapan
mau maju pendidikan di negeri ini jika pendidiknya seperti itu?”,
“Bagaimana jadinya generasi bangsa jika gurunya menanamkan ketidak
jujuran?”
Atau anda ingin membaca kisah guru lain. Gimana kalau semua guru seperti pada cerita guru lain ini??!!
Mudah-mudahan
juga tulisan ini di baca oleh seluruh guru, terutama kepala sekolah
yang pernah memberi surat kepada tema saya tersebut!
di paste dari kejadian tahun 2010
Referensi: http://ayomendidik.wordpress.com/2013/03/13/guru-dipecat-karena-jujur/#more-2512
Artikel
lain yang bisa anda baca:
0 komentar:
Posting Komentar